Metabolisme alkohol
Gejala
dan tanda pada Jean Ann Tonich serta
profil laboratoriumnya sesuai untuk adanya peradangan hepatoselular reversibel
ringan akibat alkohol (hepatitis alkoholik) yang tinbul pada jaringan hati yang
telah mengalami pembentukan jaringan parut ireversibel (dikanal sebagai sirosis
hati alkoholik/Laennec). Ia diperingati agar segera menghentikan minum alkohol
dan memperbaiki status gizinya. Selain itu Jean Ann dirujuk ke unit
rehabilitasi obat dan alkohol untuk terapi psikologis yang diperlukan dan
konsultasi sosial suportif. Dokter juga merencanakan kunjungan ulang setelah 2
minggu.
Penyakit
hati alkoholik, suatu sukuele penyalahgunaan alkohol kronik yang sering terjadi
dan kadang-kadang fatal, dapat bermanifestasi dalam tiga bantuk:
perlemakanhati, hepatitis alkoholik, dan sirosis. Masing-masing dapat berdiri
sendiri-sendiri atau ketiganya dapat muncul dalam berbagai kombinasi pada
seorang pasien. Sirosis alkoholik dijumpai pada hampir 9% dari seluruh autopsi
yang dilakukan di Amerika Serikat, dengan insiden puncak pada pasien berusia
40-55 tahun.
Alkohol
mengalami oksidasi menjadi asetaldehida terutama oleh alkohol dehidrogenase
sitosol (gambar, 38.34). Asetaldehida mengalami oksidasi menjadi asetat oleh
asetaldehida dehidrogenase sitosol oleh mitokondria. Asetat sebagian besar
berdifusi dari hati kedalam darah dan diserap oleh otot dan jaringan lain untuk
dioksidasi dalam siklus ATK. Alkohol juga mengalami oksidasi menjadi
asetaldehida oleh sistem pengoksidasi etanol mikrosom (microsomal ethanol oxidizing system, MEOS), yang merupakan bagian
superfamili P-450. MEOS memiliki Km untuk etanol yang jauh lebih tinggi daripada
alkohol dehidrogenase, dan pembentukan MEOS diinduksi oleh etanol dan oleh
substrat untuk anggota lain daam famili sitokrom P-450. Dengan demikian, pada
pasien yang mengkonsumsi etanol dosis tinggi jangka lama, MEOS mungkin
melakukan oksidasi alkohol sampai 30%.
Sebagian
besar kerusakan jaringan pada lakoholisme kronik diperkirakan disebabkan oleh
asetaldehida, yang tertimbun didalam hati dan dibebaskan ke dalam darah setelah
seseorang minum alkohol dlam jumlah besar. Asetaldehida sangat reaktif dan
berikatan secara kovalen dengan gugus amino, nukleotida, dan gugus fosfolipid
untuk membentuk adduct. Protein di
jantung dan jaringan lain juga terpengaruh selain protein di hati.
Salah
satu akibat dari pembentukan adduct-asetaldehida
adalah menurunnya pembentukan protein yang membentuk partikel lipoprotein hati,
dan berkurangnya sekresi protein yang dependen-tubulin. Sebagai akibat gangguan
mekanisme sekretorik, terjadi penimbunan triasilgliserol dan protein di hati.
Walaupun lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL), yang mengikat
pembentukannya akibat inhibisi oksidasi asam lemak, meningkat di dalam darah,
juga terjadi penimbunan protein dan
triasilgliserol dalam jumlah bermakna di hati. Penimbunan protein menyebabkan
influks air ke dlaam hepatosit dan pembengkakkan hati ikut serta menimbulkan
hipertensi porta dan kerusakan arsitektur hati.
Konsekwensi lain pembentukan adduct asetaldehida adalah peningkatan peroksidasi lemak dan
percepatan kerusakan akibat radikal bebas. Asetaldehida berikatan langsung
dengan glutation dan menurunkan kemampuan glutation melindungi tubuh terhadap
H2O2 dan meningkatkan pembentukan radikal hidroksil. Induksi MEOS juga
meningkatkan pembentukan radikal bebas.
Kerusakan akibat asetaldehida bersifat semakin
menguat sendiri karena kerusakan protein dan lemak menghilangkan kemampuan
mitokondria mengoksidasi NADH dan asetaldehida. Akibatnya, kadar asetaldehida
menumpuk semakin tinggi. Rasio NADH/NAD+ yang tinggi pada
alkoholisme kronik dapat menimbulkan asidosis laktat, ketoasidosis, dan hipoglikemia.
Karena laktat dan badan keton mengganggu ekskresi asam urat melalui ginjal,
juga dapat terjadi hiperurisemia.
