POTENSI SARI BUAH MERAH (Pandanus
conoideus L) TERHADAP EKSPRESI TNF-α PADA SEL HATI MENCIT (Mus musculus) TERPAPAR MINUMAN KERAS
TRADISIONAL MALUKU JENIS SOPI
B. LATAR
BELAKANG MASALAH
Produksi minuman keras
beralkohol di Indonesia saat ini selain di produksi oleh pabrik, dapat juga di produksi
oleh masyarakat. Jenis minuman keras beralkohol tersebut, seperti: tuak di
Sumatera Utara, brem di Bali, arak di Jawa Tengah, sopi di Maluku dan masih
banyak jenis lainnya. Pembuatan sopi di Maluku adalah melalui penyulingan nira
dari pohon Enau (Arenga pinnata). Bentuk
alkohol yang terdapat dalam minuman keras adalah etanol. Setelah diabsorpsi, etanol kemudian
didistribusikan ke semua organ termasuk hati, jaringan dan cairan tubuh
(Darmono, 2009). Alcohol merupakan unsur kimia dengan rumus bangun C2H5OH,
yang akan diuraikan oleh enzim-enzim dalam hati menjadi air dan karbondioksida.
Hati merupakan tempat
metabolisme etanol yang terbesar. Minum alcohol terlalu banyak dapat
mengakibatkan kerusakan dan penyakit pada hati. Jika hati rusak, maka system
penguraian tersebut tidak berjalan dan menyebabkan kadar alcohol dalam darah
tetap tinggi dalam waktu lama. Perubahan yang
terjadi pada hati menimbulkan beberapa kelainan. Lemak yang tertimbun dalam sel
hati, mengganggu fungsi sel hati. Peradangan, menyebabkan kematian sejumlah sel
hati serta terkumpulnya protein dan sel darah putih, bisa sangat parah sehingga
diberi nama hepatitis alkoholik. Zat besi juga dapat tertimbun dalam sel hati.
Metabolisme etanol oleh
enzim alkohol dehidrogenase (ADH), mengkonversi etanol menjadi asetaldehid.
Beberapa asetaldehid yang dihasilkan berinteraksi dengan protein dalam sel,
membentuk komponen yang disebut protein adduct formation, yang dapat mengaktifkan
sistem immune sel untuk memproduksi bermacam-macam cytokine, salah satunya
ialah tumor necrosis factor alpha (TNF-α),
(Neuman, 2004).
TNF-α dapat menginduksi
signal kematian sel (cell death signaling) sebagai proses apoptosis sel.
Mekanisme ini meliputi dua jalur, yaitu: jalur ekstrinsik (extrinsic pathway)
dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Selain apoptosis sel, konsumsi alkohol
secara berlebihan (kronis) juga dapat menyebabkan kerusakan hati, yang dikenal
sebagai penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease) seperti pengumpulan
lemak (fatty liver), steatohepatitis, pembentukan jaringan parut (sirosis), fibrosis,
hepatocelullar carcinoma (Purohit dkk, 2009).
Kerusakan sel hati
akibat konsumsi alkohol dapat diobati, dengan pendeteksian gejala sejak dini.
Banyak pengobatan-pengobatan modern dengan biaya yang mahal dijadikan sebagai
satu-satunya cara pengobatan oleh masyarakat. Akan, pengobatan secara
tradisional pun bisa dijadikan sebagai pengobatan alternatif untuk penyakit ini
tetapi. Salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi sari buah merah (Pandanus conoideus L). Sari buah ini
mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan
proses metabolisme. Diantaranya mengandung omega-9 dan omega-3 dalam dosis
tinggi. Sebagai asam lemak tak jenuh, buah merah mudah dicerna dan diserap
sehingga memperlancar proses metabolisme. Lancarnya proses metabolisme sangat
membantu proses penyembuhan penyakit, sebab tubuh mendapat asupan protein yang
mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan membaiknya metabolisme sangat
membantu hati meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat hepatitis (hepatitis
alkoholik).
Berdasarkan penjelasan
diatas, diduga sari buah merah dapat mengobati kerusakan sel hati akibat
konsumsi alkohol. Hal ini masih harus dilakukan penelitian yang kompherensif
agar hasilnya dapat diaplikasikan ke masyarakat luas.
C.
Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah bagi penulis yaitu:
Apakah sari buah merah berpotensi
terhadap ekspresi
TNF-α pada sel hati mencit (Mus
musculus) yang terpapar minuman keras tradisional Maluku
jenis sopi?
D. TUJUAN
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
Mengetahui potensi sari buah merah terhadap
ekspresi TNF-α pada sel hati mencit (Mus musculus) yang terpapar minuman keras tradisional Maluku jenis sopi?
E. LUARAN
YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah artikel, paten.
F.
Kegunaan
Apabila terbukti secara ilmiah untuk uji khasiat sari buah
merah dalam pengobatan kerusakan sel-sel hati akibat konsumsi alkohol, maka
kemungkinan di waktu mendatang dapat dikembangkan sebagai salah satu pengobatan
alternatif hepatitis alkoholik.
G.
Tinjauan Pustaka
G.1. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Buah Merah
(Pandanus conoideus L)
Menurut Budi (2004) pandan
buah merah pertama kali dilaporkan
oleh Rumphius pada tahun 1743, berdasarkan koleksi yang dibuatnya di Pulau
Seram, Maluku dan diberi nama Pandanus ceramicus yang mempunyai bentuk kepala (cephalium)
yaitu bulat (bundar) seperti buah melon, panjang buah sekitar 30 cm dan
bulat lonjong menyerupai buah cempedak, buah merah jenis barugum berwarna merah
(Gambar 1).
Gambar
1. Pandanus conoideus Lam jenis barugum
Pada tahun 1939, Merrill dan Perry
pertama kali menempatkan takson di Papua
New
Guinea yang disebut Pandanus conoideus Lamarck. Pandanus ceramicus dan
Pandanus conoideus memiliki
kesamaan dalam struktur dan warna cephalium.
Pericarp dan struktur
buah tunggal berbentuk segi lima. ujung putik (stigmatic remains)
agak menonjol namun tidak tajam.
Buah merah termasuk jenis tanaman pandan-pandanan (Pandanus) yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermaophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus conoideus Lam
Menurut
Keim (2005), tanaman buah merah termasuk jenis tanaman pandan-pandanan atau
pandanus, dengan nama ilmiah Pandanus conoideus Lam, walaupun hingga
saat ini sistematika taksonomi pandan buah merah sendiri masih bermasalah
karena di dalamnya melibatkan banyak taksa lain baik yang telah dipublikasi
sebagai jenis tersendiri maupun keberadaan pada sekitar 36 kultivar.
G.2. Kandungan Sari Buah Merah
Kandungan kimia buah
merah
Menurut
Budi (2001), bahwa potensi kandungan yang diunggulkan di dalam sari buah merah
diantaranya antioksidan. Yang membuat warna merah dari buah merah ini adalah
karotenoid dan tokoferol. Kadar karotenoid sangat tinggi, yaitu 12.000 ppm.
Untuk kandungaan tokoferol di dalam buah merah adalah 11.000 ppm. Selain itu
kandungan mineral makro dan mikro sangat lengkap, terutam Fe, Mg dan Zn.
Secara lengkap kandungan senyawa aktif sari buah merah
dipaparkan dalam tabel.
Tabel 1. Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah
Senyawa aktif
|
Kandungan
|
Total karotenoid
|
12.000 ppm
|
Total tokoferol
|
11.000 ppm
|
Betakaroten
|
700 ppm
|
Alfa-tokoferol
|
500 ppm
|
Asam oleat
|
58 %
|
Asam linoleat
|
8,8 %
|
Asam linolenat
|
7,8 %
|
Dekanoat
|
2,0 %
|
Sumber: (I Made Budi –
Fendy R. Paimin, 2005)
Tabel 2. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Buah Merah
Senyawa Aktif
|
Kandungan
|
Energi
|
394 kalori
|
Protein
|
3.300 mg
|
Lemak
|
28.100 mg
|
Serat
|
20.900 mg
|
Kalsium
|
54.000 mg
|
Fosfor
|
30 mg
|
Besi
|
2,44 mg
|
Vitamin B1
|
0,9 mg
|
Vitamin C
|
25,7 mg
|
Nialin
|
1,8 mg
|
Air
|
34,9 %
|
Sumber:
(I Made Budi – Fendy R. Paimin, 2005)
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam buah merah berkhasiat obat dan
bersifat aktif. Betakaroten dan tokoferol (dalam bahasa awam dikenal sebagai
vitamin E) dikenal sebagai senyawa antioksidan yang ampuh mencegah penyakit.
BETAKAROTEN
Betakaroten adalah
pencegah penyakit degeneratif seperti stroke, jantung koroner, dan kanker. Selain
itu juga berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh karena adanya interaksi
vitamin A dengan protein (asam-asam amino) yang berfungsi dalam pembentukan
antibodi.
TOKOFEROL
Tokoferol (vitamin E)
selama ini hanya dikenal sebagai obat awet muda untuk menambah cantik dan
ganteng. Padahal, perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan dengan
adanya tokoferol, sel limfosit, dan mononuklear di dalam tubuh sehingga akan
dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tokoferol mampu mengatasi
pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen sel sasaran sehingga akan
dapat menghambat terjadinya kasus kanker.
ASAM LEMAK TAK JENUH
Buah merah juga
mengandung omega-9 dan omega-3 dalam dosis tinggi. Sebagai asam lemak tak
jenuh, buah merah mudah dicerna dan diserap sehingga memperlancar proses
metabolisme. Lancarnya proses metabolisme sangat membantu proses penyembuhan
penyakit sebab tubuh mendapat asupan protein yang mampu meningkatkan daya tahan
tubuh. Dengan membaiknya metabolisme sangat membantu hati meregenerasi sel-sel
hati yang rusak akibat hepatitis.
G.3. Anatomi dan Fungsional Hati
Hati merupakan organ tempat nutrient yang diserap dari
saluran cerna, diolah dan disimpan untuk dipakai oleh bagian tubuh yang lain.
Hati menjadi perantara antara sistem pencernaan dan darah. Kecuali kulit, hati
adalah organ tubuh terbesar dan juga merupakan kelenjar terbesar (Tambayong,
1997).
Komponen
struktural utama dari hati ialah sel hati
atau hepatosit. Hepatosit adalah
polihedral, dengan 6 atau lebih permukaan, dan garis tengah ± 20-30 µm. Sel
epitelial ini berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan.
Hepatosit yang terletak pada jarak-jarak berbeda dari triad portal menampakkan
ciri struktural, histokimia, dan biokimia yang bervariasi. Permukaan setiap sel
hati berkontak dengan dinding sinusoid, melalui celah Disse, dan permukaan hepatosit lain. Tempat pertemuan dua
hepatosit akan membentuk celah tubular diantaranya yang dikenal sebagai kanalikulus biliaris.
Hati merupakan pusat
dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20%
serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
·
Fungsi
hati sebagai metabolisme karbohidrat
·
Fungsi
hati sebagai metabolisme lemak
·
Fungsi
hati sebagai metabolisme protein
·
Fungsi
hati sehubungan dengan pembekuan darah
·
Fungsi
hati sebagai metabolisme vitamin
·
Fungsi
hati sebagai detoksikasi
·
Fungsi
hati sebagai fagositosis dan imunitas
·
Fungsi
hemodinamik
G.4. Peran TNF-α dalam Apoptosis Sel Hati
Dua
reseptor, TNF-R1 (TNF reseptor tipe
1; CD120a; p55/60) dan TNF-R2 (TNF
receptor tipe 2; CD120b; p75/80), dapat mengikat TNF. TNF-R1 terdapat pada kebanyakan jaringan dan
dapat secara penuh diaktifkan oleh ikatan membran atau bentuk trimeric yang
dapat larut dari TNF, sedangkan TNF-R2 dapat ditemukan hanya dalam sel dari
sistem imun (Anonim, 2009).
Setelah
kontak dengan ligan, TNF reseptor membentuk trimer, TNF mencocokan diri dengan
bentuk alur diantara TNF monomer. Ikatan ini menyebabkan suatu perubahan
konformasi yang terjadi pada reseptor, menyebabkan disaosiasi protein inhibitor
SODD dari death domain intraseluler. Disasosiasi ini memungkinkan pencocokan
protein TRADD (TNFR-Associated Death Domain) untuk berikatan dengan death
domain, dan bertindak sebagai suatu platform untuk ikatan protein yang
berikutnya (Gambar 2).

Gambar 2. Proses Apoptosis, (Anonim, 2009).
Terkait
dengan ikatan TRADD, induksi signal kematian sel diaktifkan melalui dua jalur
yaitu: Jalur Ekstrinsik (Extrinsic Pathway), TRADD (TNFR-Associated Death
Domain) berikatan dengan FADD (Fas Associated Death Domain) yang kemudian
mengaktifkan protease caspase 8. Tingginya caspase 8 akan mempengaruhi aktivasi
autoproteolitik dan pemecahan berikutnya pada caspase efektor yang berperan
penting sebagai eksekutor pada peristiwa apoptosis sel, yaitu caspase 3. Apoptosis ditandai
dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel tersebut
oleh sel tetangganya (Anonim, 2009).
Dan jalur Intrinsik (Intrinsic
Pathway) Caspase 8 yang
diaktifkan oleh ikatan TRADD dengan FADD juga dapat menghasilkan Bid, Bid
ditanslokasi (tBid) ke mitokondria dan aktif untuk pelepasan faktor apoptogenik
mitokondrial seperti cytochrome c. Bersama dengan ATP dan faktor protease
apoptotik aktif 1 (APAF 1), cytochrom c kemudian mengaktifasi caspase 9. Pada gilirannya caspase 9 akan
mengaktifkan caspase eksekutor dalam proses apoptosis yaitu caspase 3
(Cazenave dkk, 2002).
H. METODE
PELAKSANAAN
H.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dianalisis secara deskriptif.
H.2. Sampel
Hewan percobaan yang
digunakan adalah 12 mencit jantan galur Balb/C,
umur 2 bulan dengan berat 20-35 gr yang sehat yaitu tampak dari luar dengan
bulu yang mengkilat dan fertil.
H.3. Penentuan Dosis
H.3.1 Penentuan Dosis Sopi
Sebagai dosis awal,
digunakan dosis pemakaian kronis dalam masyarakat yaitu kira-kira 82 ml (dengan
berat badan 50 kg). Jika digunakan untuk manusia dengan berat badan 70 kg maka
70/50 × 82 ml = 115 ml. Faktor konversi
untuk manusia (70 kg) ke mencit (20 gr) =
0,0026 (Ghosh, 1971 dalam Irnawarti dkk, 2005), sehingga dosis
mencit 0,0026 × 115 ml = 0.3 ml. Jadi
berdasarkan hasil di atas digunakan dosis I sebanyak 0,3 ml/kgBB, dosis II
sebanyak 0,5 ml/kgBB, dan dosis III sebanyak 0,7 ml/kgBB.
H.3.2 Penentuan Dosis Sari Buah Merah
Sebagai dosis awal,
digunakan dosis pemakaian dalam masyarakat yaitu kira-kira 5 ml (dengan berat
badan 50 kg). Jika digunakan untuk manusia dengan berat badan 70 kg maka 70/50
× 5 ml = 7 ml. Faktor konversi untuk manusia
(70 kg) ke mencit (20 gr) = 0,0026
(Ghosh, 1971 dalam Irnawarti dkk,
2005), sehingga dosis mencit 0,0026 × 7
ml = 0,01 ml. Jadi berdasarkan hasil di atas digunakan dosis I sebanyak 0,01 ml/kgBB, dosis II sebanyak 0,03 ml/kgBB,
dan dosis III sebanyak 0,05 ml/kgBB.
H.4.
Perlakuan Terhadap Sampel
H.4.1 Perlakuan Sopi Terhadap
Sampel
Sebanyak 12 mencit jantan galur Balb/C dibagi dalam 4 kelompok secara acak.
Kelompok I : 3 ekor tidak diberi sopi, hanya diberi akuades sebagai kontrol.
Kelompok II : 3 ekor diberi sopi sebanyak 0,3 ml/kgBB. Kelompok III : 3 ekor
diberi sopi sebanyak 0,5 ml/kgBB. Kelompok IV : 3 ekor diberi sopi sebanyak 0,7
ml/kgBB. Perlakuan dilakukan dua hari sekali selama 2 minggu.
H.4.2 Perlakuan Sari Buah Merah
Terhadap Sampel
Sebanyak 12 mencit jantan galur Balb/C dibagi dalam 4 kelompok secara acak.
Kelompok I : 3 ekor tidak diberi sari buah merah, hanya diberi akuades sebagai
kontrol. Kelompok II : 3 ekor diberi sari buah merah sebanyak 0,01 ml/kgBB. Kelompok III : 3 ekor
diberi sari buah merah sebanyak 0,03 ml/kgBB. Kelompok IV : 3 ekor diberi
sari buah merah sebanyak 0,05 ml/kgBB. Perlakuan dilakukan dua hari sekali selama 2 minggu.
H.5. Kerangka Penelitian
H.5.1 Kerangka Penelitian Perlakuan
Sopi

![]() |
H.5.2 Kerangka Penelitian Perlakuan
Sari Buah Merah

![]() |
![]() |
H.6. Pengamatan Ekspresi TNF-α
Untuk pengamatan ekspresi TNF-α terhadap preparat histologi hati mencit (Mus musculus) terpapar sopi dan yang
telah diberi sari buah merah menggunakan metode
yang sama.
H.6.1. Pembuatan Preparat Histologi Hati
Preparasi jaringan
hati dilakukan dengan prosedur menurut Kurniadi (2008):
1.
Hati
yang telah difiksasi dengan formalin 4 % dicuci dengan aquades selama 5 menit,
dehidrasi dalam alkohol bertingkat mulai dari 30 %, 50 %, 70 %, 80 %, 90 %,
100% masing-masing selama 5 menit.
2.
Sisa
alkohol dibersihkan dengan proses clearing, hati direndam dalam xylol I dan xylol
II masing-masing selama 5 menit.
3.
Proses
infiltrasi, organ hati dimasukan dalam paraffin I, paraffin II, paraffin III
60˚C, masing-masing selama 45 menit.
4.
Proses
embedding atau penanaman, hati dimasukkan ke dalam kotak parafin selama 15
menit. Kemudian dilakukan sectioning atau pengirisan melalui pendiaman dalam
blok parafin selama beberapa saat kemudian dipotong dengan mikrotom dengan
ketebalan 6 mikron.
5.
Setelah
pengambilan hasil pengirisan, gelas objek diolesi dengan albumin gliserin agar
hasil pengirisan dapat menempel pada gelas objek kemudian diletakan pada
hotplate dengan suhu 40˚C yang bertujuan untuk merentangkan hasil irisan dan
melelehkan parafin pada gelas objek. (menurut Kurniadi 2008 dalam
Pesurnay,2009).
H.6.2. Pengamatan Ekspresi TNF-α Dengan
Menggunakan Imunohistokimia
Pengamatan ekspresi TNF-
α dilakukan dengan menggunakan
metode pengecatan imunohistokimia menurut Larasati (2007):
1.
Preparat
histologi hati dicuci dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) pH 7,4 selama 3
menit, 3 kali.
2.
Penghilangan
perioksida endogen menggunakan H2O2 3 % selama 20 menit.
Kemudian preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
3.
Blocking,
preparat ditetesi antibodi primer TNF-α, kemudian diinkubasi pada suhu 4˚C
selama satu malam. Setelah itu preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 sebanyak 3
menit, 3 kali.
4.
Preparat
ditetesi antibodi sekunder berlabel AP (Alkaline Phosphatase) 1 : 2500 (anti
IgG AP Labelled), diinkubasi pada suhu ruang selama satu jam. Pencucian dengan
PBS pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
5.
Preparat
ditetesi dengan peroksidase SA-HRP (Strep Avidin-Hesoradish Peroxidase) dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Kemudian preparat dicuci dengan PBS
pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
6.
Pemberian
chromogen dengan menetesi larutan 3,3-diaminobenzidine (DAB), dan diinkubasikan
pada suhu ruang selama 20 menit. Kemudian dicuci dengan aquades selama 5 menit,
3 kali.
7.
Counterstain,
menggunakan hamatoksilin. Diinkubasi pada suhu ruang selama 20 menit. Kemudian
ditetesi dengan air kran, dicuci aquades 5 menit, 3 kali.
8.
Dehidrasi
dilakukan dengan larutan alkohol bertingkat 70 %, 80 %, 90 % dan 100 % serta
alkohol absolut I dan II masing-masing selama 1 menit.
9.
Clearing
dilakukan dengan xylol I dan xylol II masing-masing selama 3 menit, kemudian
preparat dikering-anginkan.
10.
Mounting
dengan menggunakan entellan, lalu ditutup dengan kaca gelas objek, diberi label
nama preparat kemudian diamati dibawah mikroskop.
11.
Jika
TNF-α terdeteksi, maka akan berwarna coklat.
I.
JADWAL KEGIATAN

J.
RANCANGAN BIAYA
No.
|
Alat dan
Bahan
|
Biaya
(Rp)
|
Keterangan
|
1
|
Sopi
|
175.000,-
|
Bahan habis pakai
|
Formalin
|
125.000,-
|
||
Antibodi primer TNF-α
|
1.525.000,-
|
||
Antibodi sekunder berlabel AP (Alkaline Phosphatase)
|
1.427.000,-
|
||
Peroksidase SA-HRP (Strep Avidin-Hesoradish
Peroxidase)
|
870.000,-
|
||
Chromogen
|
787.500,-
|
||
Hamatoksilin
|
125.000,-
|
||
Xylol
|
144.000,-
|
||
Pakan mencit
|
537.000,-
|
||
H2O2 3 %
|
250.000,-
|
||
Alkohol
|
387.000,-
|
||
Sari buah merah
|
660.000,-
|
||
Counterstain
|
161.000,-
|
||
Mencit
|
227.000,-
|
||
Total
|
7.023.627,-
|
||
2
|
Buku pedoman
|
500.000,-
|
Penunjang PKM
|
Internet
|
45.000,-
|
||
Total
|
545.000,-
|
||
3
|
Pengambilan sampel
|
770.000,-
|
Perjalanan
|
Total
|
770.000,-
|
||
4
|
Kertas A4 (3 rim)
|
150.000,-
|
ATK penelitian dan laporan hasil
|
Tinta refill
|
145.000,-
|
||
Total
|
295.000,-
|
||
5
|
Pemakaian Lab 3 bulan
|
750.000,-
|
Lain-lain
|
Total
|
750.000,-
|
||
Total 1+2+3+4+5
|
9.510.500,-
|
K. DAFTAR
PUSTAKA
Ardiansyah
Hery. 2009. Buah Merah, Khasiat dan Manfaat Sebagai Obat
Penakluk Penyakit Maut. Diakses dari http://heryardyansyah.tripod.com/buah_merah.htm (tanggal akses 12 Agustus 2010).
Azhar Nur Tauhid. 2008. Dasar-Dasar Biologi Molekuler:
Menelusuri Jejak Hayati dari Asam Nukleat ke Protein dan Keajaiban
Bioteknologi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Bateson Malcolm. 1996. Batu Empedu dan
Penyakit Hati. Jakarta:
Arcan
Gips
C.H. dan Wilson J.H.P. 1989. Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu. Jakarta: Hipokrates.
Budi I
Made. 2004. Bukti Khasiat Sari Buah Merah. Diakses dari http://www.deherba.com/bukti-ilmiah-buah-merah.html.
(Tanggal akses 12 Agustus 2010.
Irnawati Rafika dkk. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kulit Batang Artocarpus
champeden Spreng Terhadap Kadar Enzim SGPT dan SGOT Mencit. Surabaya:
Majalah Farmasi Airlangga.
Neuman G. Manuela. 2004. Cytokines—Central Factors in Alcoholic Liver Disease. Canada: NIAAA of The National Institutes of Health.
Pendit Brahm U. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Pesurnay Nersly. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Pada
Pakan Terhadap Ekspresi Estradiol 17-β Pada Gonad Ikan Mas Betina (Cyprinus
caprio L). Skripsi.
Ambon: FMIPA UNPATTI.
Sulaiman H. Ali, dkk.
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jayabadi.
Tambayong Jan, dkk. 1996. Buku Teks Histologi. Jakarta: EGC.
Tambayong Jan. 1997. Histologi Dasar. Jakarta: EGC.
Wanandi I. Septelia. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta:Hipokrates.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar