Selasa, 01 Januari 2013

POTENSI SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus L) TERHADAP EKSPRESI TNF-α PADA SEL HATI MENCIT (Mus musculus) TERPAPAR MINUMAN KERAS TRADISIONAL MALUKU JENIS SOPI


 A.      JUDUL
POTENSI SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus L) TERHADAP EKSPRESI TNF-α PADA SEL HATI MENCIT (Mus musculus) TERPAPAR MINUMAN KERAS TRADISIONAL MALUKU JENIS SOPI

B.       LATAR BELAKANG MASALAH
Produksi minuman keras beralkohol di Indonesia saat ini selain di produksi oleh pabrik, dapat juga di produksi oleh masyarakat. Jenis minuman keras beralkohol tersebut, seperti: tuak di Sumatera Utara, brem di Bali, arak di Jawa Tengah, sopi di Maluku dan masih banyak jenis lainnya. Pembuatan sopi di Maluku adalah melalui penyulingan nira dari pohon Enau (Arenga pinnata). Bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras adalah etanol.  Setelah diabsorpsi, etanol kemudian didistribusikan ke semua organ termasuk hati, jaringan dan cairan tubuh (Darmono, 2009). Alcohol merupakan unsur kimia dengan rumus bangun C2H5OH, yang akan diuraikan oleh enzim-enzim dalam hati menjadi air dan karbondioksida.
Hati merupakan tempat metabolisme etanol yang terbesar. Minum alcohol terlalu banyak dapat mengakibatkan kerusakan dan penyakit pada hati. Jika hati rusak, maka system penguraian tersebut tidak berjalan dan menyebabkan kadar alcohol dalam darah tetap tinggi dalam waktu lama. Perubahan yang terjadi pada hati menimbulkan beberapa kelainan. Lemak yang tertimbun dalam sel hati, mengganggu fungsi sel hati. Peradangan, menyebabkan kematian sejumlah sel hati serta terkumpulnya protein dan sel darah putih, bisa sangat parah sehingga diberi nama hepatitis alkoholik. Zat besi juga dapat tertimbun dalam sel hati.
Metabolisme etanol oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH), mengkonversi etanol menjadi asetaldehid. Beberapa asetaldehid yang dihasilkan berinteraksi dengan protein dalam sel, membentuk komponen yang disebut protein adduct formation, yang dapat mengaktifkan sistem immune sel untuk memproduksi bermacam-macam cytokine, salah satunya ialah tumor necrosis factor alpha (TNF-α),  (Neuman, 2004).
TNF-α dapat menginduksi signal kematian sel (cell death signaling) sebagai proses apoptosis sel. Mekanisme ini meliputi dua jalur, yaitu: jalur ekstrinsik (extrinsic pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Selain apoptosis sel, konsumsi alkohol secara berlebihan (kronis) juga dapat menyebabkan kerusakan hati, yang dikenal sebagai penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease) seperti pengumpulan lemak (fatty liver), steatohepatitis, pembentukan jaringan parut (sirosis), fibrosis, hepatocelullar carcinoma (Purohit dkk, 2009).
Kerusakan sel hati akibat konsumsi alkohol dapat diobati, dengan pendeteksian gejala sejak dini. Banyak pengobatan-pengobatan modern dengan biaya yang mahal dijadikan sebagai satu-satunya cara pengobatan oleh masyarakat. Akan, pengobatan secara tradisional pun bisa dijadikan sebagai pengobatan alternatif untuk penyakit ini tetapi. Salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi sari buah merah (Pandanus conoideus L). Sari buah ini mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan proses metabolisme. Diantaranya mengandung omega-9 dan omega-3 dalam dosis tinggi. Sebagai asam lemak tak jenuh, buah merah mudah dicerna dan diserap sehingga memperlancar proses metabolisme. Lancarnya proses metabolisme sangat membantu proses penyembuhan penyakit, sebab tubuh mendapat asupan protein yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan membaiknya metabolisme sangat membantu hati meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat hepatitis (hepatitis alkoholik).
Berdasarkan penjelasan diatas, diduga sari buah merah dapat mengobati kerusakan sel hati akibat konsumsi alkohol. Hal ini masih harus dilakukan penelitian yang kompherensif agar hasilnya dapat diaplikasikan ke masyarakat luas.



C.      Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah bagi penulis yaitu:
Apakah sari buah merah berpotensi terhadap ekspresi TNF-α pada sel hati mencit (Mus musculus) yang terpapar minuman keras tradisional Maluku jenis sopi?

D.      TUJUAN
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
Mengetahui potensi sari buah merah terhadap ekspresi TNF-α pada sel hati mencit (Mus musculus) yang terpapar minuman keras tradisional Maluku jenis sopi?

E.       LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah artikel, paten.

F.       Kegunaan
Apabila terbukti secara ilmiah untuk uji khasiat sari buah merah dalam pengobatan kerusakan sel-sel hati akibat konsumsi alkohol, maka kemungkinan di waktu mendatang dapat dikembangkan sebagai salah satu pengobatan alternatif hepatitis alkoholik.

G.      Tinjauan Pustaka
G.1. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Buah Merah
(Pandanus conoideus L)
Menurut Budi (2004) pandan buah merah pertama kali dilaporkan oleh Rumphius pada tahun 1743, berdasarkan koleksi yang dibuatnya di Pulau Seram, Maluku dan diberi nama Pandanus ceramicus yang mempunyai bentuk kepala (cephalium) yaitu bulat (bundar) seperti buah melon, panjang buah sekitar 30 cm dan bulat lonjong menyerupai buah cempedak, buah merah jenis barugum berwarna merah (Gambar 1).

Gambar 1. Pandanus conoideus Lam jenis barugum
Pada tahun 1939, Merrill dan Perry pertama kali menempatkan takson di Papua New Guinea yang disebut Pandanus conoideus Lamarck. Pandanus ceramicus dan Pandanus conoideus memiliki kesamaan dalam struktur dan warna cephalium. Pericarp dan struktur buah tunggal berbentuk segi lima. ujung putik (stigm­atic remains) agak menonjol namun tidak tajam.
Buah merah termasuk jenis tanaman pandan-pandanan (Pandanus) yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermaophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus conoideus Lam
Menurut Keim (2005), tanaman buah merah termasuk jenis tanaman pandan-pandanan atau pandanus, dengan nama ilmiah Pandanus conoideus Lam, walaupun hingga saat ini sistematika taksonomi pandan buah merah sendiri masih bermasalah karena di dalamnya melibatkan banyak taksa lain baik yang telah dipublikasi sebagai jenis tersendiri maupun keberadaan pada sekitar 36 kultivar.



G.2. Kandungan Sari Buah Merah
Kandungan kimia buah merah
Menurut Budi (2001), bahwa potensi kandungan yang diunggulkan di dalam sari buah merah diantaranya antioksidan. Yang membuat warna merah dari buah merah ini adalah karotenoid dan tokoferol. Kadar karotenoid sangat tinggi, yaitu 12.000 ppm. Untuk kandungaan tokoferol di dalam buah merah adalah 11.000 ppm. Selain itu kandungan mineral makro dan mikro sangat lengkap, terutam Fe, Mg dan Zn.
Secara lengkap kandungan senyawa aktif sari buah merah dipaparkan dalam tabel.
Tabel 1. Kandungan Senyawa Aktif dalam Sari Buah Merah
Senyawa aktif
Kandungan
Total karotenoid
12.000 ppm
Total tokoferol
11.000 ppm
Betakaroten
700 ppm
Alfa-tokoferol
500 ppm
Asam oleat
58 %
Asam linoleat
8,8 %
Asam linolenat
7,8 %
Dekanoat
2,0 %
Sumber: (I Made Budi – Fendy R. Paimin, 2005)
Tabel 2. Komposisi Zat Gizi per 100 gram Buah Merah
Senyawa Aktif
Kandungan
Energi
394 kalori
Protein
3.300 mg
Lemak
28.100 mg
Serat
20.900 mg
Kalsium
54.000 mg
Fosfor
30 mg
Besi
2,44 mg
Vitamin B1
0,9 mg
Vitamin C
25,7 mg
Nialin
1,8 mg
Air
34,9 %
Sumber: (I Made Budi – Fendy R. Paimin, 2005)
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam buah merah berkhasiat obat dan bersifat aktif. Betakaroten dan tokoferol (dalam bahasa awam dikenal sebagai vitamin E) dikenal sebagai senyawa antioksidan yang ampuh mencegah penyakit.

BETAKAROTEN

Betakaroten adalah pencegah penyakit degeneratif seperti stroke, jantung koroner, dan kanker. Selain itu juga berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh karena adanya interaksi vitamin A dengan protein (asam-asam amino) yang berfungsi dalam pembentukan antibodi.

TOKOFEROL

Tokoferol (vitamin E) selama ini hanya dikenal sebagai obat awet muda untuk menambah cantik dan ganteng. Padahal, perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan dengan adanya tokoferol, sel limfosit, dan mononuklear di dalam tubuh sehingga akan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tokoferol mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen sel sasaran sehingga akan dapat menghambat terjadinya kasus kanker.

ASAM LEMAK TAK JENUH

Buah merah juga mengandung omega-9 dan omega-3 dalam dosis tinggi. Sebagai asam lemak tak jenuh, buah merah mudah dicerna dan diserap sehingga memperlancar proses metabolisme. Lancarnya proses metabolisme sangat membantu proses penyembuhan penyakit sebab tubuh mendapat asupan protein yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan membaiknya metabolisme sangat membantu hati meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat hepatitis.

 G.3. Anatomi dan Fungsional Hati
Hati merupakan organ tempat nutrient yang diserap dari saluran cerna, diolah dan disimpan untuk dipakai oleh bagian tubuh yang lain. Hati menjadi perantara antara sistem pencernaan dan darah. Kecuali kulit, hati adalah organ tubuh terbesar dan juga merupakan kelenjar terbesar (Tambayong, 1997).
Komponen struktural utama dari hati ialah sel hati atau hepatosit. Hepatosit adalah polihedral, dengan 6 atau lebih permukaan, dan garis tengah ± 20-30 µm. Sel epitelial ini berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan. Hepatosit yang terletak pada jarak-jarak berbeda dari triad portal menampakkan ciri struktural, histokimia, dan biokimia yang bervariasi. Permukaan setiap sel hati berkontak dengan dinding sinusoid, melalui celah Disse, dan permukaan hepatosit lain. Tempat pertemuan dua hepatosit akan membentuk celah tubular diantaranya yang dikenal sebagai kanalikulus biliaris.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
·         Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
·         Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
·         Fungsi hati sebagai metabolisme protein
·         Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
·         Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
·         Fungsi hati sebagai detoksikasi
·         Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
·         Fungsi hemodinamik

G.4. Peran TNF-α dalam Apoptosis Sel Hati
Dua reseptor, TNF-R1 (TNF reseptor tipe 1; CD120a; p55/60) dan TNF-R2 (TNF receptor tipe 2; CD120b; p75/80), dapat mengikat TNF.  TNF-R1 terdapat pada kebanyakan jaringan dan dapat secara penuh diaktifkan oleh ikatan membran atau bentuk trimeric yang dapat larut dari TNF, sedangkan TNF-R2 dapat ditemukan hanya dalam sel dari sistem imun (Anonim, 2009).
Setelah kontak dengan ligan, TNF reseptor membentuk trimer, TNF mencocokan diri dengan bentuk alur diantara TNF monomer. Ikatan ini menyebabkan suatu perubahan konformasi yang terjadi pada reseptor, menyebabkan disaosiasi protein inhibitor SODD dari death domain intraseluler. Disasosiasi ini memungkinkan pencocokan protein TRADD (TNFR-Associated Death Domain) untuk berikatan dengan death domain, dan bertindak sebagai suatu platform untuk ikatan protein yang berikutnya (Gambar 2).
Gambar 2. Proses Apoptosis, (Anonim, 2009).
Terkait dengan ikatan TRADD, induksi signal kematian sel diaktifkan melalui dua jalur yaitu: Jalur Ekstrinsik (Extrinsic Pathway), TRADD (TNFR-Associated Death Domain) berikatan dengan FADD (Fas Associated Death Domain) yang kemudian mengaktifkan protease caspase 8. Tingginya caspase 8 akan mempengaruhi aktivasi autoproteolitik dan pemecahan berikutnya pada caspase efektor yang berperan penting sebagai eksekutor pada peristiwa apoptosis sel, yaitu caspase 3. Apoptosis ditandai dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel tersebut oleh sel tetangganya (Anonim, 2009). Dan jalur Intrinsik (Intrinsic Pathway) Caspase 8 yang diaktifkan oleh ikatan TRADD dengan FADD juga dapat menghasilkan Bid, Bid ditanslokasi (tBid) ke mitokondria dan aktif untuk pelepasan faktor apoptogenik mitokondrial seperti cytochrome c. Bersama dengan ATP dan faktor protease apoptotik aktif 1 (APAF 1), cytochrom c kemudian mengaktifasi  caspase 9. Pada gilirannya caspase 9 akan mengaktifkan caspase eksekutor dalam proses apoptosis yaitu caspase 3 (Cazenave dkk, 2002).

H.      METODE PELAKSANAAN

H.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dianalisis secara deskriptif.
H.2. Sampel
Hewan percobaan yang digunakan adalah 12 mencit jantan galur Balb/C, umur 2 bulan dengan berat 20-35 gr yang sehat yaitu tampak dari luar dengan bulu yang mengkilat dan fertil.
H.3. Penentuan Dosis
H.3.1 Penentuan Dosis Sopi
Sebagai dosis awal, digunakan dosis pemakaian kronis dalam masyarakat yaitu kira-kira 82 ml (dengan berat badan 50 kg). Jika digunakan untuk manusia dengan berat badan 70 kg maka 70/50 × 82 ml = 115  ml. Faktor konversi untuk manusia (70 kg) ke mencit (20 gr) =  0,0026 (Ghosh, 1971  dalam Irnawarti dkk, 2005), sehingga dosis mencit  0,0026 × 115 ml = 0.3 ml. Jadi berdasarkan hasil di atas digunakan dosis I sebanyak 0,3 ml/kgBB, dosis II sebanyak 0,5 ml/kgBB, dan dosis III sebanyak 0,7 ml/kgBB.



H.3.2 Penentuan Dosis Sari Buah Merah
Sebagai dosis awal, digunakan dosis pemakaian dalam masyarakat yaitu kira-kira 5 ml (dengan berat badan 50 kg). Jika digunakan untuk manusia dengan berat badan 70 kg maka 70/50 × 5 ml = 7  ml. Faktor konversi untuk manusia (70 kg) ke mencit (20 gr) =  0,0026 (Ghosh, 1971 dalam Irnawarti dkk, 2005), sehingga dosis mencit  0,0026 × 7 ml = 0,01 ml. Jadi berdasarkan hasil di atas digunakan dosis I sebanyak 0,01 ml/kgBB, dosis II sebanyak 0,03 ml/kgBB, dan dosis III sebanyak 0,05 ml/kgBB.

H.4. Perlakuan Terhadap Sampel                                                   
H.4.1 Perlakuan Sopi Terhadap Sampel
Sebanyak 12 mencit jantan galur Balb/C dibagi dalam 4 kelompok secara acak. Kelompok I : 3 ekor tidak diberi sopi, hanya diberi akuades sebagai kontrol. Kelompok II : 3 ekor diberi sopi sebanyak 0,3 ml/kgBB. Kelompok III : 3 ekor diberi sopi sebanyak 0,5 ml/kgBB. Kelompok IV : 3 ekor diberi sopi sebanyak 0,7 ml/kgBB. Perlakuan dilakukan dua hari sekali selama 2 minggu.

H.4.2 Perlakuan Sari Buah Merah Terhadap Sampel
Sebanyak 12 mencit jantan galur Balb/C dibagi dalam 4 kelompok secara acak. Kelompok I : 3 ekor tidak diberi sari buah merah, hanya diberi akuades sebagai kontrol. Kelompok II : 3 ekor diberi sari buah merah sebanyak 0,01 ml/kgBB. Kelompok III : 3 ekor diberi sari buah merah sebanyak 0,03 ml/kgBB. Kelompok IV : 3 ekor diberi sari buah merah sebanyak 0,05 ml/kgBB. Perlakuan dilakukan dua hari sekali selama 2 minggu.




H.5. Kerangka Penelitian
H.5.1 Kerangka Penelitian Perlakuan Sopi


 

















H.5.2 Kerangka Penelitian Perlakuan Sari Buah Merah


 


                  


 
















H.6. Pengamatan Ekspresi TNF-α
Untuk pengamatan ekspresi TNF-α terhadap preparat histologi hati mencit (Mus musculus) terpapar sopi dan yang telah diberi sari buah merah menggunakan metode  yang sama.  
H.6.1. Pembuatan Preparat Histologi Hati
Preparasi jaringan hati dilakukan dengan prosedur menurut Kurniadi (2008):
1.      Hati yang telah difiksasi dengan formalin 4 % dicuci dengan aquades selama 5 menit, dehidrasi dalam alkohol bertingkat mulai dari 30 %, 50 %, 70 %, 80 %, 90 %, 100% masing-masing selama 5 menit.
2.      Sisa alkohol dibersihkan dengan proses clearing, hati direndam dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama 5 menit.
3.      Proses infiltrasi, organ hati dimasukan dalam paraffin I, paraffin II, paraffin III 60˚C, masing-masing selama 45 menit.
4.      Proses embedding atau penanaman, hati dimasukkan ke dalam kotak parafin selama 15 menit. Kemudian dilakukan sectioning atau pengirisan melalui pendiaman dalam blok parafin selama beberapa saat kemudian dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 6 mikron.
5.      Setelah pengambilan hasil pengirisan, gelas objek diolesi dengan albumin gliserin agar hasil pengirisan dapat menempel pada gelas objek kemudian diletakan pada hotplate dengan suhu 40˚C yang bertujuan untuk merentangkan hasil irisan dan melelehkan parafin pada gelas objek. (menurut Kurniadi 2008 dalam Pesurnay,2009).
H.6.2. Pengamatan Ekspresi TNF-α Dengan Menggunakan Imunohistokimia
Pengamatan ekspresi TNF- α dilakukan dengan menggunakan metode pengecatan imunohistokimia menurut Larasati (2007):
1.      Preparat histologi hati dicuci dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
2.      Penghilangan perioksida endogen menggunakan H2O2 3 % selama 20 menit. Kemudian preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
3.      Blocking, preparat ditetesi antibodi primer TNF-α, kemudian diinkubasi pada suhu 4˚C selama satu malam. Setelah itu preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 sebanyak 3 menit, 3 kali.
4.      Preparat ditetesi antibodi sekunder berlabel AP (Alkaline Phosphatase) 1 : 2500 (anti IgG AP Labelled), diinkubasi pada suhu ruang selama satu jam. Pencucian dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
5.      Preparat ditetesi dengan peroksidase SA-HRP (Strep Avidin-Hesoradish Peroxidase) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Kemudian preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit, 3 kali.
6.      Pemberian chromogen dengan menetesi larutan 3,3-diaminobenzidine (DAB), dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 20 menit. Kemudian dicuci dengan aquades selama 5 menit, 3 kali.
7.      Counterstain, menggunakan hamatoksilin. Diinkubasi pada suhu ruang selama 20 menit. Kemudian ditetesi dengan air kran, dicuci aquades 5 menit, 3 kali.
8.      Dehidrasi dilakukan dengan larutan alkohol bertingkat 70 %, 80 %, 90 % dan 100 % serta alkohol absolut I dan II masing-masing selama 1 menit.
9.      Clearing dilakukan dengan xylol I dan xylol II masing-masing selama 3 menit, kemudian preparat dikering-anginkan.
10.  Mounting dengan menggunakan entellan, lalu ditutup dengan kaca gelas objek, diberi label nama preparat kemudian diamati dibawah mikroskop.
11.  Jika TNF-α terdeteksi, maka akan berwarna coklat.





I.         JADWAL KEGIATAN
J.        RANCANGAN BIAYA
No.
Alat dan Bahan
Biaya (Rp)
Keterangan
1
Sopi  
175.000,-
Bahan habis pakai

Formalin
125.000,-


Antibodi primer TNF-α
1.525.000,-


Antibodi sekunder berlabel AP (Alkaline Phosphatase)
1.427.000,-


Peroksidase SA-HRP (Strep Avidin-Hesoradish Peroxidase)
870.000,-


Chromogen
787.500,-


Hamatoksilin
125.000,-


Xylol 
144.000,-


Pakan mencit
537.000,-


H2O2 3 %
250.000,-


Alkohol
387.000,-


Sari buah merah
660.000,-


Counterstain
161.000,-


Mencit
227.000,-


Total
7.023.627,-

2
Buku pedoman
500.000,-
Penunjang PKM

Internet
45.000,-


Total
545.000,-

3
Pengambilan sampel
770.000,-
Perjalanan

Total
770.000,-

4
Kertas A4 (3 rim)
150.000,-
ATK penelitian dan laporan hasil

Tinta  refill
145.000,-


Total
295.000,-

5
Pemakaian Lab 3 bulan
750.000,-
Lain-lain

Total
750.000,-


Total 1+2+3+4+5
9.510.500,-


K.      DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah Hery. 2009. Buah Merah, Khasiat dan Manfaat Sebagai Obat Penakluk Penyakit Maut. Diakses dari http://heryardyansyah.tripod.com/buah_merah.htm (tanggal akses 12 Agustus 2010).
Azhar Nur Tauhid. 2008. Dasar-Dasar Biologi Molekuler: Menelusuri Jejak Hayati dari Asam Nukleat ke Protein dan Keajaiban Bioteknologi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Bateson Malcolm. 1996. Batu Empedu dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan
Gips C.H. dan Wilson J.H.P. 1989. Diagnosis dan Terapi Penyakit Hati dan Empedu. Jakarta: Hipokrates.
Budi I Made. 2004. Bukti Khasiat Sari Buah Merah. Diakses dari http://www.deherba.com/bukti-ilmiah-buah-merah.html.
(Tanggal akses 12 Agustus 2010.
Irnawati Rafika dkk. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kulit Batang Artocarpus champeden Spreng Terhadap Kadar Enzim SGPT dan SGOT Mencit. Surabaya: Majalah Farmasi Airlangga.

Neuman G. Manuela. 2004. Cytokines—Central Factors in Alcoholic Liver Disease. Canada: NIAAA of The National Institutes of Health.

Pendit Brahm U. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Pesurnay Nersly. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Pada Pakan Terhadap Ekspresi Estradiol 17-β Pada Gonad Ikan Mas Betina (Cyprinus caprio L). Skripsi. Ambon: FMIPA UNPATTI.
Sulaiman H. Ali, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jayabadi.
Tambayong Jan, dkk. 1996. Buku Teks Histologi. Jakarta: EGC.
Tambayong Jan. 1997. Histologi Dasar. Jakarta: EGC.
Wanandi I. Septelia. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia.  Jakarta:Hipokrates.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar